UNDANG UNDANG PERBURUHAN NO.12 TH 1948
Tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh
Undang-undang ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja
buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam
kerja dan jam istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh
perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan
pelanggaran, dan aturan tambahan.
Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Adanya bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
Pasal 10.
(1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan
40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau
berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh
lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.
(2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus
harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya setengah jam
lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam
ayat 1.
Pasal 13. ayat 2
(2) Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan
sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu
setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1964
Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
Menimbang:
bahwa untuk lebih menjamin ketenteraman serta kepastian bekerja bagi
kaum buruh yang disamping tani harus menjamin kekuatan pokok dalam
revolusi dan harus menjadi soko guru masyarakat adil makmur, seperti
tersebut dalam Manifesto Politik, beserta perinciannya, perlu segera
dikeluarkan Undang-Undang tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan
Swasta.
Pasal 1
(1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a. Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena keadaan
sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua
belas) bulan terus menerus.
b. Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena mematuhi kewajiban terhadap
Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya dan yang disetujui
Pemerintah.
Pasal 2
Bila setelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak
dapat dihindarkan, pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk
memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau
dengan buruh sendiri dalam hal buruh itu tidak menjadi anggota dari
salah satu organisasi buruh.
Pasal 3
(1) Bila perundingan tersebut dalam pasal 2 nyata-nyata tidak
menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapat memutuskan
hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah ( Panitia Daerah), termaksud
pada pasal 5 Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42) bagi
pemutusan hubungan kerja perorangan, dan dari Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Pusat (Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12
Undang-undang tersebut di atas bagi pemutusan hubungan kerja secara
besar-besaran.
(2) Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dianggap terjadi
jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan, pengusaha memutuskan
hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, atau mengadakan
rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan
suatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara
besar-besaran.
Pasal 4
Izin termaksud pada pasal 3 tidak diperlukan bila pemutusan hubungan kerja dilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan.
Lamanya masa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya
masa percobaan harus diberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang
bersangkutan.
Pasal 5
(1) Permohonan izin pemutusan hubungan kerja beserta alasan-alasan
yang menjadi dasarnya harus diajukan secara tertulis kepada Panitia
Daerah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kedudukan pengusaha
bagi pemutusan hubungan kerja perorangan dan kepada Pusat bagi pemutusan
hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) permohonan izin hanya diterima oleh Panitia Daerah/Panitia Pusat
bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah
dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2 tetapi perundingan ini
tidak menghasilkan persesuaian paham.
Pasal 6
Panitia Daerah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin
pemutusan hubungan kerja dalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata
cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan.
Pasal 7
(1) Dalam mengambil keputusan terhadap permohonan izin pemutusan
hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia Pusat disamping
ketentuan-ketentuan tentang hasil ini yang dimuat dalam Undang-undang
No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran
Negara Tahun 1957 No. 42), memperhatikan keadaan dan perkembangan
lapangan kerja serta kepentingan buruh dan perusahaan.
(2) Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat memberikan izin maka
dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan kepada buruh
yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa, dan ganti kerugian
lain-lainnya.
(3) Penetapan besarnya uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
(4) Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itu diatur pula pengertian
tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang jasa dan
ganti kerugian tersebut di atas.
Pasal 8
Terhadap penolakan pemberian izin oleh Panitia Pusat atau pemberian izin dengan syarat tersebut pada pasal 7
ayat (2), dalam waktu 14 (empat betas) hari setelah pemutusan
diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik buruh dan/atau
pengusaha maupun organisasi buruh/ atau organisasi pengusaha yang
bersangkutan dapat diminta banding kepada Panitia Pusat.
Pasal 9
Panitia Pusat menyelesaikan permohonan banding menurut tata cara yang
berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan dalam tingkat
banding.
Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpa izin seperti tersebut pada pasal 3 adalah batal karena hukum.
Pasal 11
Selama izin termaksud pada pasal 3 belum diberikan, dan dalam hal ada
permintaan banding tersebut pada pasal 8, Panitia Pusat belum
memberikan keputusan, baik pengusaha maupun buruh harus tetap memenuhi
segala kewajibannya.
Pasal 12
Undang-undang ini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi
di perusahaan-perusahaan swasta, terhadap seluruh buruh dengan tidak
menghiraukan status kerja mereka, asal mempunyai masa kerja dari 3
(tiga) bulan berturut-turut.
Pasal 13
Ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang belum diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.
Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan
pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Perburuhan
http://brigitacitra.blogspot.com/2011/11/hukum-perburuhan.html
/www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt4c3d3fcb74af1/parent/724
UNDANG-UNDANG TENTANG PERBURUHAN
07.23 |
Read User's Comments(0)
HUKUM (TUGAS SOFTSKILL)
06.03 |
A.
Jelaskan
pengertian Tujuan dan Sumber-sumber Hukum!
1.
Pengertian Hukum
·
Pengertian
Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah peraturan atau
adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah.
·
Menurut
Aristoteles, hukum adalah dimana masyarakat menaati dan menerapkannya
dalam anggotanya sendiri.
·
Menurut
Hugo de Grotius, hukum adalah suatu aturan dari tindakan moral yang
mewajibkan pada suatu yang benar.
·
Menurut
Van kan, hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa
untuk melindumgi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
·
Pengertian
hukum menurut Leon Duguit,
Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang daya
penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai
jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan reaksi
bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
·
Pengertian
hukum menurut Immanuel Kant,
Keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu
dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti
peraturan hukum tentang kemerdekaan.
·
Pengertian
hukum menurut Roscoe Pound,
Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara manusia dengan
individu lainnya, dan hukum merupakan tingkah laku para individu yang
mempengaruhi individu lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar
kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif Law as a
tool of social engineering.
·
Pengertian
hukum menurut John Austin,
Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang
berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang
independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.
·
Pengertian
hukum menurut Van Vanenhoven,
Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan
berbenturan tanpa henti dari gejala-gejala lain.
·
Pengertian
hukum menurut Prof. Soedkno Mertokusumo,
Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu
kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu
kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
·
Pengertian
hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja,
Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam
masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah
tersebut dalam masyarakat.
·
Pengertian
hukum menurut Karl Von Savigny,
Aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui
pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia,
dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga
masyarakat
·
Pengertian
hukum menurut Holmes,
Apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.
·
Pengertian
hukum menurut Soerjono Soekamto,
Mempunyai berbagai arti:
1. Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hokum
2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran
tentang kenyataan
3. Hukum dalam arti kadah atau norma
4. Hukum dalam ari tata hukum/hukum positf
tertulis
5. Hukum dalam arti keputusan pejabat
6. Hukum dalam arti petugas
7. Hukum dalam arti proses pemerintah
8. Hukum dalam arti perilaku yang teratur
atau ajeg
9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai
Kesimpulan
dari definisi dan pengertian hukum
Dari beberapa
definisi dan pengertian hukum diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum
hukum adalah peraturan tingkah laku manusia, yang diadakan oleh badan-badan
resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa, harus dipatuhi, dan memberikan
sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut (sanksi itu pasti dan dapat
dirasakan nyata bagi yang bersangkutan).
2.
Tujuan
Hukum
Dalam menjalankan fungsinya sebagai
sarana pengendali dan perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan
tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian
hukum sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi. Dalam
beberapa literatur Ilmu Hukum para sarjana hukum telah merumuskan tujuan hukum
dari berbagai sudut pandang, dan paling tidak ada 3 teori:
1. Teori etis
Teori etis pertama kali dikemukakan
oleh filsuf Yunani, Aristoteles, dalam karyanya ethica dan Rhetorika, yang
menyatakan bahwa hukum memiliki tujuan suci memberikan kepada setiap orang apa
yang menjadi haknya. Menurut teori ini hukum semata-mata bertujuan demi
keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan etis kita mana yang adil dan mana
yang tidak. Artinya hukum menurut teori ini bertujuan mewujudkan keadilan. Mengenai
isi keadilan, Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan; justitia
distributive (keadilan distributif) dan justitia commulative (keadilan
komuliatif). Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada
setiap orang berdasarkan jasa atau haknya masing-masing. Makna keadilan
bukanlah persamaan melainkan perbandingan secara proposional. Adapun keadilan
kumulatif adalah keadilan yang diberikan kepada setiap orang berdasarkan
kesamaan. Keadilan terwujud ketika setiap orang diperlakukan sama.
2. Teori Utilitis
Menurut teori ini hukum bertujuan untuk
menghasilkan kemanfaatan yang sebesar-besarnya pada manusia dalam mewujudkan
kesenangan dan kebahagiaan. Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham dalam
bukunya “Introduction to the morals and legislation”. Pendapat ini dititik
beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa
memperhatikan aspek keadilan.
3. Teori Campuran
Menurut Apeldoorn tujuan hukum adalah
mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Mochtar
Kusumaatmadja menjelaskan bahwa kebutuhan akan ketertiban ini adalah syarat
pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat yang teratur dan damai. Dan untuk
mewujudkan kedamaian masyarakat maka harus diciptakan kondisi masyarakat yang
adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan satu dengan yang lain,
dan setiap orang (sedapat mungkin) harus memperoleh apa yang menjadi haknya.
Dengan demikian pendapat ini dikatakan sebagai jalan tengah antara teori etis
dan utilitis.
3.
Sumber
Hukum
Adalah segala yang menimbulkan aturan
yang mempunyai kekuatan memaksa, yakni aturan-aturan yang pelanggarannyadikenai
sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Sumber hukum Material (Welborn) :
keyakinan dan perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum
yangmenentukan isi atau meteri (jiwa) hukum.b.
2. Sumber hukum Formal (Kenborn) :
perwujudan bentuk dari isi hukum material yang menentukan berlakunya hukumitu
sendiri. Macam-macam sumber hukum formal :
1) Undang-Undang
UU
dalam arti material; peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya
mengikat secara umum. (UUD, TAPMPR,UU)UU dalam arti formal; setiap peraturan
yang karena bentuknya dapat disebut Undang-undang. (Pasal 5 ayat (1)
2) Kebiasaan (hukum tidak tertulis)
perbuatan
yang diulang-ulang terhadap hal yang sama dan kemudian diterima sertadiakui
oleh masyarakat. Dalam praktik pnyelenggaraan Negara, hukum tidak tertulis
disebut konvensi
3) Yurisprudensi
keputusan
hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh UU dan dijadikan
pedomanoleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang serupa.
4) Traktat
perjanjian
yang dibuat oleh dua Negara atau lebih mengenai persoalan-persoalan tertentu
yang menjadikepentingan Negara yang bersangkutan.
5) Doktrin
pendapat
para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau asas-asas penting dalam
hukum danpenerapannya.
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
(TAP MPR No. III/MPR/2003)
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR RI
3. UU
4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU
(Perpu)
5. Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presiden;
7. Peraturan Daerah
B.
Klasifikasi
dan Kaidah-Kaidah Hukum
Penggolongan/Klarifikasi Hukum
Macam-Macam
Hukum Berdasarkan Penggolongannya
1. Hukum Berdasarkan Sumbernya
Sumber
hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturanaturan yang kalau dilanggar
mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata (Siti Soetami, 1995
Sumber
hukum hukum formil adalah tempat dimana kita dapat menemukan dan mengenal hukum, yang terdiri dari :
Hukum
undang-undang
Hukum
undang-undang, yaitu hukum yang tercantum didalam perauran perundang-undangan.Undang-undang
mempunyai dua pengertian menurut Buys, yakni :
a) Undang-undang dalam arti formil, adalah
setiap peraturan yang dibuat oleh alat pengundang-undang dan isinya mengikat
umum. Contohnya, undang-undang yang dibuat berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UUD
1945.
b) Undang-undang dalam arti materiil,
adalah setiap peraturan/keputusan yang dibuat bukan oleh badan
pengundang-undang, tapi isinya mengikat umum. Contohnya Peraturan Pemerintah,
dasar hukumnya Pasal 5 Ayat (2) UUD 1945.
2. Hukum Kebiasaan Atau Adat
Hukum kebiasaan
adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang
sama. Jadi kebiasaan itu bukan hasil keputusan dari badan legislative dalam
Negara. Kebiasaan itu walaupun tidak ditentukan oleh pemerintah namun diakui
dan ditaati oleh anggota-anggota masyarakat, oleh karena kebiasaan-kebiasaan
itu berkali-kali dijalankan dan ditaati sehingga lambat laun menjadi peraturan
yang teguh. Dengan demikian terbentuklah peraturan hukum yang tak tertulis yang
disebut hukum kebiasaan.Supaya hukum kebiasaan itu ditaati, maka ada dua syarat
yang harus dipenuhi, yaitu :
1) Suatu perbuatan yang tetap dilakukan
orang.
2) Adanya keyakinan bahwa perbuatan itu
harus dilakukan karena telah merupakan kewajiban.
3. Hukum Yurisprudensi
Yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia sama artinya
dengan Yurisprudentie dalam bahasa Belanda dan Yurisprudence dalam bahasa
Perancis, yang artinya keputusan hakim yang terdahulu yang diikuti oleh hakim
dan dijadikan dasar keputusan hakim lain mengenai kasus yang sama. Pekerjaan
hakim pada hakikatnya sama dengan pekerjaan pembuat undang-undang, demikian
dikatakan oleh Prof. Soebekti dalam bukunya Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan.
Keduanya memberikan peraturan yang harus diikuti, hanya dengan perbedaan bahwa
pwmbuat undang-undang memberikan suatu peraturan yang disusun dalam kata-kata umum
dan ditujukan kepada siapa saja yang berada dalam keadaan yang diuraikan dalam
undang-undang itu, sedangkan hakim memberikan suatu peraturan yang berlaku
terhadap para pihak yang berpekara.
4. Hukum Traktat
Traktat atau treaty adalah perjanjian yang diadakan antara
hanya dua atau lebih Negara. Bila traktat diadakan antara hanya dua Negara,
maka perjanjian itu disebut bilateral, sedang kalau diadakan oleh banyak
Negara, maka disebut perjanjian multilateral.Bilamana perjanjian multilateral
member kesempatan kepada Negara yang pada mulanya tidak turut mengadakan,
kemudian menjadi pihak, maka perjanjian itu merupakan perjanjian terbuka atau
kolektif, contohnya adalah Charter (Piagam) PBB. Sedang kalau perjanjian itu
tidak memungkinkan bagi Negara yang tadinya bukan menjadi salah satu pihak,
maka perjanjian itu merupakan perjanjian tertutup.
Kita mengenal dua macam perjanjian : traktat dan agreement.
Traktat dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR, sedang agreement dibuat
hanya dengan keputusan Presiden,
biasanya menyangkut bidang politik.
Suatu traktat berlaku dan mengikat didasarkan pada suatu asa
Pacta Sunt Servanda. Traktat itu mengikat dan berlaku sebagai peraturan huum
terhadap warga negara masing-masing negara yang mengadakannya. Oleh karena itu
dapat dikatakan traktat merupakan sumber hukum.Dalam Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 11 disebutkan bahwa Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang,
membuat pejanjian dengan negara lain. Pasal 11 itu sendiri tidak mensyaratkan
membuat persetujuan dengan negara lainitu diwujudkan dalam bentuk
undang-undang, namun karena Presiden dengan persetujuan DPR sebagai pembentuk
undang-undang, maka persetujuan tersebut lazim dituangkan dalam bentuk undang-undang.
6.
Hukum Doktin
Hukum doktrin adalah
hukum yang berasal dari pendapat para ahli hukum terkenal. Dalam yurisprudensi
terlihat bahwa hakim sering bepegang pada pendapat seseorang atau beberapa
orang sarjana hukum yang terkenal. Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar
keputusan –keputusanya, maka hakim sering mengutip pendapat seorang ahli atau
sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya, apalagi bila
sarjana/ahli hukum tersebut menentukan bagaimana seharusnya, sehingga pendapat
itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.
Jadi pendapat
ahli/sarjana hukum itu menjadi sumber hukum melalui yurisprudensi. Dalam
hubungan internasional terutama pendapat para sarjana hukum mempunyai pengaruh
yang besar. Bagi hukum internasional pendapat para sarjana hukum merupakan
sumber hukum yang sangat penting.
7.
Hukum Berdasarkan Tempat Berlakunya
Mengenai tempat berlakunya, hukum dapat
terbagi atas :
a. Hukum nasional, yaitu hukum yang
berlaku dalam suatu negara.
b. Hukum internasional, yaitu hukum yang
mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c. Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku
dalam negara lain.
d. Hukum gereja, yaitu kaidah yang
ditetapkan gereja untuk para anggotanya.
8.
Hukum Berdasarkan Kekuatan Berlakunya (sanksi)
Biasanya golongan
hukum berdasarkan sifatnya selalu diikuti dengan kekuatan berlaku atau
ketentuan sanksinya. Yang termasuk ke dalam kriteria ini :
Kaidah hukum yang memaksa (compulsory law, dwingendrecht,
imperatif), yaitu kaidah hukum yang dalam keadaan apapun harus ditaaati dan
bersifat mutlak daya ikatnya. Ini berarti bahwa kaidah hukum yang memaksa ini
berisi ketentuan hukum yang dalam situasi apapun tidak dapat dikesampingkan
melalui perjanjian para pihak.
Contohnya Pasal 340 KUH Pidana yang
menetapkan :
“Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (mord),
dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara
selama-lamanya dua puluh tahum”.
Kaidah hukum yang mengatur atau melengkapi (fakultatif, aanvulledrecht,
regelendrecht), yaitu kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak
dengan jalan membuat ketantuan khusus dalam suatu perjanjian yang mereka
adakan. Kaidah hukum semacam ini baru akan berlaku, apabila para pihak tidak
menetapkan aturan tersendiri didalam perjanjian yang mereka adakan. Ketentuan
ini dapat kita lihat dalam Pasal 1152 KUH Perdata :
“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bahwa
diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si berpiutang atau
puhak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”.
Akan tetapi realitas menunjukkan, bahwa sering pemberi gadai
tetap menguasainya. Misalnya menggadaikan mobil.
9.
Hukum Berdasarkan Isi atau Kepentingan Yang Diaturnya
Berdasarkan isi atau kepentingan yang
diaturnya, hukum digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Hukum privat, adalah hukum yang
mengatur kepentingan pribadi. Misalnya hukum perdata, hukum dagang.
b. Hukum publik, adalah hukum yang
mengatur kepentingan umum atau kepentingan public. Misalnya hukum tata negara,
hukum pidana, hukum acara pidana, dan sebagainya.
10.
Hukum Berdasarkan Cara Mempertahankannya
Berdasrkan kriteria ini, hukum dapat
dibagi menjadi :
a. Hukum materil, ialah hukum yang
mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang apa yang
dilarang dan apa yang dinolehkanuntuk dilakukan, misalnya buruh wajib melakukan
tugasnya seperti apa yang ditetapkan dalam perjanjian kerjanya (Pasal 1603 baru
KUH Perdata).
b. Hukum formil,ialah hukum yang mengatur
bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materil. Misalnya dalam
hal perselisihan huum formil menunjukkan cara menyelesaikan perkara tersebur
dimuka hakim. Mengenai hubungan hukum formil dengan hukum materil itu dapat
dikatakan kalau hukum materil itu menentukan isinya sedangkan hukum formil
menentukan cara bagaimana perjanjain dan sebagainya tersebut dapat dilaksanakan
dan dipertahankan dimuka pengadilan.
11.
Hukum Berdasarkan Bentuknya
Menurut bentuknya hukum terbagi atas
dua :
a. Hukum tertulis (statue law, written
law, scriptum), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan.
b. Hukum tidak tertulis (un-statutery,
un-written, non-scriptum), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan dan
kenyataan didalam masyarakat, dianut dan ditaati oleh masyarakat yang
bersangkutan. Misalnya hukum kebiasaan dan hukum adat.
c. Hukum tertulis terbagi lagi atas hukum
tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan. Yang dimaksud
dengan kodifikasi (codificatie)
menurut Fockema Andreae adalah penyusunan dan penetapan perundang-undangan
dalam kitab-kitab secara sistematis bagi bagian-bagian bidang hukum yang agak
luas; juga hasil dari penyusunan tersebut, keseluruhan kitab undang-undang.
Atau secara sederhana dapat kita katakana bahwa kodifikasi, adalah pengumpulan hukum sejenis, yang tersusun secara
lengkap dan sistemati dalam sebuah kitab undang-undang. Contoh hukum tertulis
yang dikodifikasikan : hukum pidana (KUHP) tahun 1918, hukum sipil yang
dikodifikasikan (KUHS) tahun 1848, hukum dagang yang telah dikodifikasikan
dalam KUHD tahun 7848, hukum acara pidana yang telah dikodofikasikan dalam
KUHPA tahun 1981. Hukum tertulis yang tidak
dikodifikasikan adlah hukum yang tertulis tetapi tidak disusun secara
sistematis, lengkap, dan masih terpisah-pisah. Contoh hukum tertulis yang tidak
dikodifikasikan : peraturan tentang hak merek perdagangan, peraturan tentang
hak cipta, peraturan tentang ikatan perkreditan.
12.
Hukum Berdasarkan wujudnya
Berdasarkan kriteria ini hukum dapat
terbagi kedalam dua bagian :
a. Hukum obyektif, yaitu kaidah hukum
dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak dimaksudkan untuk mengatur sikap
tindak orang tertentu saja.
b. Hukum subyektif, yaitu hukukm yang
timbul dari hukum obyektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau lebih.
Hukum subyektif ada juga yang menyebut
sebagai hak, dan ada juga yang mengartikan sebagai hak dan kewajiban. Contoh :
A mengadakan perjanjian jual beli sebidang tanah dengan B. A sebagai pemilik
tanah dan B sebagai pembeli, dan jika tercapai kesepakatan maka timbullah hak
bagi A untuk menerima harga penjualan tanahnya dan berkewajiban menyerahkan
tanah yang dijualnya kepada B. demikian pula B berhak menerima tanah yang telah
dibeli setelah dilunasi dan berkewajiban membayar harga tanah berdasarkan
kesepakatan dengan A.
13.
Hukum Berdasarkan masa berlakunya
Berdasarkan kriteria masa berlakunya,
hukum dapat digolongkan menjadi :
a. Hukum positif (ius constitutum), yaitu
hukum yang berlaku saat ini, pada masyarakat tertentu, dan wilayah tertentu.
Hukum positif, biasa juga disebut tata hukum. Contoh : misalnya Hukum Pidana berdasrkan
KUHP sekarang.
b. Hukum yang dicita-citakan, diharapkan,
atau direncanakan akan berlaku pada masa yang akan datang (ius constituendum).
Contoh : misalnya Hukum Pidana Nasional
yang sampai sekarang masih terus disusun.
c. Hukum universal, hukum asasi, atau
hukum alam yaitu hukum yang dianggap berlaku tanpa mengenal batas ruang dan
waktu. Berlaku sepanjang masa, dimanapun, dan terhadap siapapun.
Kaidah hukum meruakan segala peraturan
yang ada yang telah dibuat secara resmi oleh pemegang kekuasaan , yang sifatnya
mengikat setiap orang dan pemberlakuannya merupakan paksaan yang harus ditaati
dan apabila telah terjadi pelanggaran akan dikenakan sanksi tertentu.Kaidah
hukum lahir dan hidup di lingkungan manusia sejak manusia tersebut dilahirkan,
oleh karenanya kaidah hukum juga disebut dengan sikap lahir seseorang.Kaidah
hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk,
yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu.Sebagai
contoh seseorang pria menikah dengan wanita sah dimata hukum dan agamanya akan
tetapi terdapat niat buruk dari pria tersebut untik menguras harta wanitanya.Coba
cermatilah sekilas seseorang tersebut secara lahiriyah sudah memenuhi kaidah
hukum akan tetapi batin pria terseput sangat buruk.Jadi dapat dikatakan bahwa
kaidah hukum merupakan suatu pedoman atau patokan sebagai perilaku lahiriyah
dan batiniyah yang baik.Kebiasaan yang sudah biasa dilakukan meskipun tidak
tertulis akan dipatuhi masyarakat dan bagi yang melanggar akan dikenakan
sanksi.Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :
1. hukum yang imperatif, maksudnya kaidah
hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
2. hukum yang fakultatif maksudnya ialah
hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai
pelengkap.
Ada
4 macam norma yaitu :
1. Norma Agama berisi tentang peraturan
hidup , perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal
dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.
2. Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup
yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui
oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
3. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup
yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat
tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.
4. Norma Hukum adalah peraturan-peraturan
hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam
negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap
warganegara dalam wilayah negara tersebut
Subjek
Hukum
Subjek
Hukum adalah segala
sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum.
Subjek hukum terdiri dari Orang dan Badan Hukum. Subjek hukum dibagi menjadi 2
jenis, yaitu :
- Subjek Hukum Manusia (orang) Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Selain itu juga ada manusia yang tidak dapat dikatakan sebagai subjek hukum. Seperti :
- Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
- Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
Menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1330, mereka yang oleh hukum telah
dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:
- Orang yang belum dewasa.
- Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit ingatan, dan orang boros.
- Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin)
2.
Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah
sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan
tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh hukum yaitu :
1.
Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2.
Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan
hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Badan hukum publik, seperti negara, propinsi, dan kabupaten.
a. Badan hukum publik, seperti negara, propinsi, dan kabupaten.
b.
Badan hukum perdata, seperti perseroan terbatas (PT), yayasan, dan koperasi
Langganan:
Postingan (Atom)