ETIKA
PROFESI AKUNTANSI
ETHICAL
GOVERNANCE
Dosen
:
Budi Santoso
Disusun Oleh :
DIAN EKA PUSPITASARI
22214978
4EB29
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI
PTA 2017/2018
III. Ethical Governance
Pengertian Tentang GCG (Ethical
Governance)
Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah
kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat
mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan
nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham
maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu
Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate
governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan
bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.
117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan
bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika.Berdasarkan beberapa pengertian tersebut
diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value
added) bagi stakeholders.
1.
Governance
System
Governance System merupakan suatu tata
kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur
yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
1)
Commitment
on Governance
Commitment on Governance adalah
komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·
Undang
Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
·
Undang
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
2)
Governance
Structure
Governance
Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di
bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang
berlaku.Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan
Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang
Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
3)
Governance
Mechanism
Governance
Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit
dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.Dasar peraturan
yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi
Bank.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank
Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006
tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
·
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto
Bank Umum.
4)
Governance
Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik
dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk
mencapai hasil kinerja tersebut.Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini
adalah Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang
Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
2.
Budaya
Etika
Budaya etika adalah perilaku yang baik.Penerapan budaya
etika ini adalah untuk meningkatkan kualitas kecerdasan emosional, spiritual
dan budaya yang diperlukan oleh setiap pemimpin.Pendapat umum dalam bisnis
bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya.Hubungan antara CEO
dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Terdapat tiga faktor yang
menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap perilaku, yaitu:
1) Keyakinan dan nilai-nilai bersama
2) Dimiliki bersama secara luas
3) Dapat diketahui dengan jelas,
mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.
Penerapan
budaya etika didalam perusahaan dilakukan secara top-down. Para eksekutif
mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
1)
Corporate
Credo, merupakan
pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang
diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam
maupun di luar perusahaan.
a. Komitmen internal
: Perusahaan terhadap karyawan, Karyawan terhadap perusahaan, Karyawan terhadap
karyawan lain
b. Komitmen Eksternal : Perusahaan
terhadap pelanggan, Perusahaan terhadap pemegang saham, Perusahaan terhadap
masyarakat
2)
Program
etika adalah suatu yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk
mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan
orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
3)
Kode
etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing.
Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan
tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya. Contohnya IBM membuat IBM’s Business
Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yaitu kejujuran, tanggung jawab,
saling percaya, keterbukaan dan kerjasama.Kode Etik yang efektif seharusnya
bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja.Namun Kode Etik tersebut
hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan
akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh
pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan
(conflict of interest).
3.
Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Saat membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya,
diperlukan prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara
keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran
bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders)
maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang
telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di
sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya
suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan
sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh
jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan
beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite
audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah
yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”.Dengan adanya
kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat
secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi
untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris
perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai
tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor
agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif
waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun
belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang
dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah
bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance”
yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih
mudah dan cepat.
4.
Kode Perilaku Korporasi (Corporate
Code Of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang
berisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan
terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis,
dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pelaksanaan Code of Conduct mencerminkan perilaku pelaku
bisnisnya, dalam hal pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para
stakeholder.Pelaksanaan Code of Conduct diawasi oleh Dewan Kehormatan yang
bertugas mengawasi pelaksanaan pedoman ini.Dewan Kehormatan terdiri dari Dewan
Komisaris, Direksi, karyawan yang ditunjuk, dan serikat pekerja. Mekanisme
Dewan Kehormatan diatur dalam surat Keputusan Direksi. Dan pedoman Code of
Conduct ini menjadi kewajiban setiap individu untuk menandatangani pernyataan
kepatuhan dan integritas atas pedoman ini, saat terjadinya hubungan perikatan
kerja individu perusahaan serta saat terjadinya revisi terhadap pedoman ini di
masa yang akan datang
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari
aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik
aturan hukum maupun aturan moral atau etika.Pembentukan citra yang baik terkait
erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para
stakeholder.Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku
bisnisnya.Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara
tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang
diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya.
5.
Evaluasi Terhadap Kode Perilaku
Korporasi
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran
atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup
kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang
didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan
dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman.Evaluasi
sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam
pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran
atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh
bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan
dari Tim BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dan telah diresmikan
pada tanggal 30 Mei 2005.
DAFTAR PUSTAKA
Surat
Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang
penerapan GCG pada BUMN
http://arinifatimah35.blogspot.co.id/2015/10/evaluasi-terhadap-kode-perilaku.html
http://specialpengetahuan.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-tentang-gcg-ethical.html